Urban Legend Si Boru Natumandi
Dahulu kala sewaktu penduduk yang mendiami Rura (Lembah) Silindung masih
memeluk kepercayaan Sipelebegu , hiduplah seorang Raja yang kaya, besar dan
bersahaja. Mereka hidup dengan damai di sebuah huta di tepi sungai Aek Situmandi
yang bersih dan jernih. Tempat tinggal raja itu berada di seberang Huta
Siparini sekarang. Huta Siparini terletak di kaki Dolok (Gunung) Siatas Barita.
Dolok Siatas Barita adalah tempat “Pamelean” keturunan Guru Mangaloksa sewaktu
belum masuk agama Kristen ke Rura Silindung.
Walaupun Dolok Martimbang lebih tinggi dari Dolok Siatas Barita, itu
tidak masalah bagi mereka karena guru
Mangaloksa pertama sekali mendirikan huta di kaki Dolok Siatas Barita.
Dari sanalah awalnya guru Mangaloksa bersama keturunannya mendiami seluruh Rura Silindung. Oleh karena
itu, Dolok Siatas Barita merupakan
tempat “Dolok Parsaktian” [6] bagi
keturunan Guru Mangaloksa sekaligus menjadi tempat Pamelean zaman dahulu.
Terkabarlah Raja ini karena kekayaannya, kebesaran dan kebersahajaannya.
Semua tanaman-tanaman diladang maupun disawah berlimpah ruah, bahkan tempat penyimpanan yakni “Sopo” tidak bisa
lagi menampungnya. Begitu juga dengan ternaknya (kerbau dan babi ) berlimpah.
Sang Raja tinggal di “Rumah Batak“ Tetapi lebih terkenal lagi raja ini karena
kecantikan putrinya yang bernama Si Boru Natumandi.
Banyak anak-anak raja yang ingin menjadikan siboru Natumandi menjadi istrinya. Kabar
mengenai kecantikan siboru Natumandi sudah tersebar ke “Desa Naualu” .
Keindahan tubuh yang semampai, keindahan
matanya yang teduh, senyum dan tertawanya yang membuat
hati damai, kecantikan wajahnya yang mempesona, rambutnya bagaikan mayang
terurai sampai ketumitnya, cara bicaranya yang lemah lembut dan sopan,
perilakunya membanggakan orang tua dalam bermasyarakat, dan cara berpakaiannya
juga sangat sopan. Tidak ada seorangpun yang melebihi karisma yang dimilikinya
bahkan diantara kawan-kawan putri-putri
raja yang seumuran denganya di Desa Naualu. Tidak hanya itu, dia pandai
mengambil hati kedua orang tuanya, sangat terampil manortor (Tari-tarian suku
batak) serta penenun yang handal dan rajin.
Banyak raja-raja dari toba, samosir, humbang, pos-pos, dan angkola
datang kepada raja itu untk meminang raja Siboru natumandi menjadi “Parumaennya”
(menantunya). Siboru natumandi sangat pandai mengambil hati orang tuanya,
sehingga dia putri kesayangan ayah
ibunya. Karena itu, sewaktu raja-raja datang meminang Si Boru Natumandi jadi
parumaennya, raja hanya menjawab yakni : molo mangoloi borukku, sipanolopi ma
ianggo hami ( kalau putriku mau menerima, kami orang tuanya merestuinya).
Mendengar jawaban raja itu, maka semua raja-raja yang mau meminang Si
Boru Natumandi menyuruh
anak-anaknya menjumpai Si Boru
Natumandi untuk meminta agar dia mau
jadi istrinya. Sungguh lemah lembut jawaban Si Boru Natumandi pada anak-anak
raja yang datang menjumpainya. Si Boru Natumandi sangat senang menyambut
kedatangan anak-anak raja itu. Bahkan mereka disuguhkan dengan makanan yang
lezat dan nikmat. Setelah selesai makan dia memberikan jawaban kepada raja
tersebut.
Anak-anak raja yang datang tidak bisa tenang, mereka selalu penasaran,
hati mereka selalu berdebar-debar, apakah saya diterima? kalimat tersebut yang
selalu ada dalam pikiran mereka. Kalau tidak diterima kenapa harus repot-repot
memasak, menyuguhkan makanan yang nikmat
dan lezat dengan pelayanan yang memuaskan pada saya. Itulah yang menghantui
pikiran anak-anak raja setip kali datang meminang. Wajahnya selalu tersenyum
tidak menunjukkan ketidak sukaan pada setiap anak-anak raja yang datang. Hal
tersebut juga membuat hati setiap anak-anak raja yang datang menjadi gusar dan
bertanya-tanya sampai-sampai lupa pada makanan yang disuguhkan itu. Perasaan
ayah dan ibu Si Boru Natumandi ikut juga tidak tenang menunggu jawaban yang
diberikan putrinya pada anak-anak raja yang datang itu. Mereka sangat berharap
agar putrinya mau menerima salah satu
lamaran dari anak raja yang datang itu.
Setelah selesai makan, S Boru Natumandi memberikan jawabannya kepada
anak-anak raja yang datang itu dengan sopan dan lemah lembut dia mengatakan :
‘mauliate ma diharoromuna na tu ahu, alai mulak ma hamu ai ndang lomo do pe
rohakku mar hamulian’. (terimakasih karena telah datang menjumpai saya, tapi
pulanglah kalian, karena saya belum ingin menikah/berumah tangga).
Bagaikan ‘Porhas na manoro di siang ari’ (bagaikan petir yang menyambar
di siang hari) perasaan hati anak-anak raja mendengar perkataan Si Boru
Natumandi yang singkat itu. Perasaan mereka lemas tak berdaya, tak sanggup lagi
menjejakkan kakinya ke atas tanah karena mendengar jawaban tersebut.
Seperti itulah jawaban yang di berikan Si Boru Natumandi kepada setiap
anak-anak raja yang datang melamarnya. Sungguh lemah lembut perkataannya,
pelayanannya sangat sopan dan baik. Tapi jawabannya yang singkat itu bagaikan
disembelih dengan sembilu, sungguh menusuk jantung. Biasanya setelah anak-anak
raja yang datang menjumpai Si Boru Natumandi pulang, kedua orang tua Si Boru
Natumandi langsung menanyakan apakah putrinya itu sudah menerima salah satu lamaran dari
anak-anak raja yang datang tersebut? Tapi jawaban yang diberikan Si Boru
Natumandi selalu sama yakni : ‘dang lomo do pe rohakku mar hamulian amang-inang’ (ayah-ibu saya masih
belum mau menikah).
Seperti itu juga raja-raja yang menyuruh anak-anaknya datang menjumpai
Si Boru Natumandi mereka selalu bertanya-tanya. Setiap anaknya pulang dari
rumah Si Boru Natumandi mereka langsung menanyakan : ‘beha do amang, di jalo do
hatami? Asa manigor borhat hami mangarangragi’ (“Bagaimana nak, apakaah
lamaranmu diterima?” lamaranmu? Supaya kita langsung berangkat menjumpai orang
tuanya). Tapi dari pancaran wajah si anak yang lesu tidak bersemangat, mereka
sudah tahu bahwa anak mereka tidak di terima Si Boru Natumandi. Semua raja-raja
yang menyuruh anaknya itu menjumpai Si Boru Natumandi bertanya-tanya : ‘na
behado ulaning, na hurang mora do pe au, nahurang do hasangapon hu?’ (apa
gerangan yang terjadi, apakah saya kurang kaya, apakah saya kurang bersahaja?)
Padahal kekayaan dan kehormatan saya bahkan sangat melebihi orang tua si
perempuan, kata hati setiap raja-raja yang mengirim anaknya menjumpai Si Boru
Natumandi.
Siang berganti malam, hari berganti minggu, bulan berganti tahun tetapi , jawaban yang diberikan Si Boru
Natumandi selalu sama
kepada setiap anak-anak raja yang datang melamarnya. Ayah dan Ibunya
sedih sebab terdengar berita
bahwa raja-raja yang menyuruhanaknya
menjumpai Si Boru Natumandi merasa
dikecilkan dan mereka sakit hati.
Padahal anak-anak raja tersebut tidak memiliki kekurangan bahkan bisa dikatakan sudah sempurna, wajah
mereka tampan, kaya dan jug berkedudukan. Tetapi kedua orang
tua Si Boru Natumandi
bingung dan bertanya – tanya dalam
hatinya. Apa sebenarnya yang
dipikirkan Si Boru Natumandi?
Kadang-kadang hati kedua orang tua Si Boru Natumandi sedih memikirkan
itu, tapi mereka tidak mau memaksakan kehendak,takut putrinya tersinggung,
sedih atau menangis,mereka juga takut putrinya nanti sakit hati pada mereka.
Karena Pada dasarnya marga Hutabarat sangat baik dan sayang pada anak perempuannya, bahkan sampai
sekarang pun bisa kita lihat dalam kehidupan sehari- hari dan boru hutabarat
sangat baik marhula-hula.
Ada kebiasaan sehari-hari Si Boru Natumandi yakni : dia tidak suka
martua aek dan mandi bersama teman-teman
sebayanya di sungai. Dia suka martua aek dan mandi di siang hari. Biasanya
diwaktu mandi dia marhatobung [12] di
sungai. Setiap dia marhatobung, selalu terdengar sampai ke kampung, ladang dan
sawah. Bahkan orang yang bekerja di sawah dan di ladang menghentikan pekerjaanya hanya untuk mendengar hatobung Si
Boru Natumanding. Entah kenapa, semua hasil pekerjaan Si Boru Natumandi lain
daripada yang lain. Seperti hasil tenunannya sangat cantik dan indah lain dari
tenunan putri-putri raja. Setiap orang memegang tenunannya, sepertinya ada satu
kekuatan yang tidak nampak dan mampu menarik hati orang untik membelinya.
Masakannya juga enak dan selalu nikmat, apa yang dikerjakannya selalu
cocok bagi orang yang melihatnya. Banyak
orang bertanya-tanya dalam hati mereka tentang kelebihan yang dimiliki Si Boru
Natumandi terutama para tua-tua,dan kelebihan itu tidak membawa keburukan sehingga membuat
kaum muda dan orang tua tidak melanjutkan pertanyaan yang selama ini mereka
tanyakan dalam hati mereka.
Disuatu hari, ibunya mendengar Si Boru
Natumandi sedang berbicara di tempat dia menenun. Ibunya mendekat dan
ingin melihat siapa teman putrinya berbicara. Si Boru Natumandi sangat serius
berbicara sambil mengerjakan tenunannya. Dari pembicaraan itu terdengar suara seorang pemuda yang menemani putrinya.
Terkadang Si Boru Natumandi tersenyum
malu, dan kadang-kadang bukan dia yang menenun tenunannya. Ibunya terkejut
melihat kejadian itu, sebab di sekeliling tempat putrinya bertenun tidak ada orang
yang sedang berbicara dengannya. Dihapusnya wajah dan dadanya,lalu si ibu
tersadar setelah melihat kejadian aneh
yang menimpa putrinya. Dia bertanya dalam hatinya “apakah saya sedang bermimpi?” “tapi saya tidak tidur”.
Dia kembali melihat putrinya itu, tetapi tetap saja sama seperti yang pertama
dilihatnya itu.
Setelah beberapa hari kemudian
dia memberitahukan kejadian aneh yang
menimpa putrinya itu pada
suaminya. “Bibir saya bukan diretak
panas……?” ( Apa yang saya katakan itu benar ) “Saya melihatnya dengan mata
kepala saya sendiri!” Ujar sang ibu kepada suaminya. Tetapi raja itu tidak menanggapi celotehan istrinya
dan juga tidak menanggapi kejadian
aneh yang menimpa putrinya itu dengan serius. Malah sang raja menjawab , “ah, atik tung na
marnipi do ho boru ni raja nami, nabisuk marroha do borunta i, sodung disurahan
pangalahona, tung heama i ?” ( “ah, mungkin dinda sedang bermimpi, putri kita
kan orangnya sopan, dan dia tidak pernah berbuat hal- hal yang yang buruk)
Akhirnya kedua orang tuanya tidak
mempertanyakan masalah itu lagi.
Mungkin Si Boru Natumandi sudah
jatuh cinta pada pemuda yang datang menjumpainya itu, sebab disuatu hari dia
memberitahukan kepada kedua orang tuanya
bahwa dia sudah menemukan pemuda pujaan hatinya. Orang tuanya sangat senang mendengarkan apa
yang diberitahukan putrinya.
Biasanya, jika seorang putri sudah menemukan tambatan hatinya. sudah
lumrah bagi orang tuanya untuk menanyakan perihal pemuda yang menjadi tambatan hati putrinya.
Bagaimana kelahirannya, bagaimana keadaan keluarganya, bagaimana kekayaannya,
dan masih banyak lagi yang akan ditanyakan orang tua pada putrinya perihal
pemuda yang menjadi tambatan hatinya. Supaya nantinya putrinya bahagia dan
tidak terlantar, serta menantu itu nantinya bisa menjadi kawan yang dapat
diandalkan di waktu terjadi hal-hal yang tidak diingainkan terlebih waktu
berperang.
Si Boru Natumandi memberitahukan perihal idamannya kepada orang
tuanya yakni : “na pat ni gaja tu pat ni hora, pahompu na raja jala anakni
na mora do na manopot ibana” (cucu raja
serta anak orang kaya yang sedang melamar dia ).” Pemuda yang melamar
saya adalah pemuda yang baik, berhati
bersih, bertanggung jawab dan dia anak raja, kata Siboru Natumandi pada kedua orang tuanya dengan
kegembiraan yang terpancar pada
pada raut wajahnya. Melihat kegembiraan putrinya itu, kedua orang tuanya
tahu bahwa Siboru Natumandi sudah serius menerima lamaran yang datang dari pemuda itu. Kerinduan mereka sudah terpenuhi ,
sehingga mereka ikut bergembira mendengar
kabar tersebut dan mereka berkata : ” ba
molo songoni do inang patandahon majo tu
hami asa dohot hami mamereng nanaeng ga besirongkap ni tondi mi” (kalau memang
seperti itu , pertemukanlah kami padanya, supaya kami dapat melihat pemuda yang
menjadi teman hidupmu nanti).
Disuatu hari Siboru Natumandi mempertemukan pemuda itu kepada orang
tuanya. Sungguh tampan di, cara berpakaiannya menunjukkan dia keturunan seorang
raja yang bersahaja, bentuk badannya seperti “ ulubalang “. Tidak
berselang beberapa lama,pemuda itu tiba-
tiba menghilang bersamaan kedipan mata
kedua orang tua Si Boru Natumandi .
Tiba- tiba mereka melihat seekor ular keluar dari rumah mereka. “Apa yang terjadi ?” Kata
ayah Si Boru Natumandi : “pasada ma roha
dohot pikkiran mu amang , jala
sonang ma roha muna paborhatton ahu marhamulian
tu silomo ni rohakku” ( satukan hati dan pikiranmu ayah, relakan hati
kalian memberangkatkan saya memilih pemuda yang menjadi teman hidupku nanti).
Kedua orang tuanya terdiam tidak bisa
berbicara apa-apa, karena Si Boru natumandi putri yang sangat mereka sayangi dan kasihi.
Pada suatu hari , Si Boru Natumandi memberitahukan kepada orang
tuanya perihal keberangkatannya dan
tentang apa saja yang akan mereka kerjakan setelah dia berangkat dari rumah nanti.
Hal-hal yang akan mereka kerjakan dan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Mereka tidak perlu membuat pesta
pemberangkatan,baru setelah 7 hari kemudian baru dibuat
2. pesta yang besar sebab “ sinamot” yang akan diberikan cukup besar.
3. sinamot dari pihak laki- laki , mereka akan
meninggalkannya di suatu tempat dengan jumlah 7 “ampang“ . Sebelum 7 hari
7malam ampang itu tidak bisa dibuka oleh siapapun
4. Setelah 7 hari 7 malam ampang itu baru bisa
dibuka dan didalamnya akan terisi emas, itulah yang menjadi sinamot kami.
5. Dalam waktu 7 hari itu setelah kami berangkat, kami
akan mengantar “pinahan“ untuk dimakan,
dan pada waktu pesta itu kami akan
mengantar kerbau sebagai “panjuhuti”
6. Tempat
tinggal kami nantinya sangat jauh, kalian ikuti aja “sobuan” yang saya jatuhkan mulai dari depan rumah
kita. Dimana sobuan itu nantinya berakhir,sampai disitulah kalian mengikuti
saya.sebab jalan yang saya lalui harus melalui sebuah gua yang ujungnya sampai
ke daerah Toba dan bercabang ke daerah Penabungan.
Kedua orang tua si Boru Natumandi hanya diam mendengar semua yang
dikatakan putrinya itu. Mereka hanya
pasrah dan menyerahkan semuanya kepada “Mulajadi Nabolon” . Setelah tiba waktu
keberangkatan Si Boru Natumandi,lalu dia memasak makanan yang lezat mulai dari
pagi hari sampai sore hari. Setelah semuanya siap mereka berdua makan bersama
,kedua orang tua si Boru Natumandi melihat putrinya sedang makan bersama pemuda
yang pernah mereka lihat waktu itu.
Sesudah mereka selesai makan, kemudian orang tuanya melihat mereka lagi
tetapi si Boru Natumandi dan pemuda itu tidak ada lagi di tempat mereka makan.
Lenyap seperti ditelan bumi,orang tuanya melihat makanan yang tersaji itu tidak
berkurang sedikitpun dan sudah dingin seperti sudah lama ditinggalkan.
Pagi-pagi buta, ibu Si Boru Natumandi bangun bersama ibu-ibu lain
melihat sobuan tersebut dan mengikutinya seperti yang di pesankan Si Boru
Natumandi pada ibunya. Mereka mengikuti sobuan itu hingga sampai di depan mulut
sebuah gua yang berada di tepi Aek
Situmandi dekat aek rangat . Mereka memberanikan diri memasuki gua
tersebut,tetapi karena terlalu gelap mereka memutuskan untuk tidak meneruskannya terlalu dalam lagi.
Mereka pulang dan memberitahukan kejadian tersebut. Kabar itu langsung tersebar di seluruh Lembah Silindung.
Setelah matahari tebit dari atas Dolok Siatas barita, sampailah ke huta
itu beberapa ekor “aili” yang
besar-besar dan gemuk.Sepertinya ada yang menyuruh mereka turun dari hutan
menuju Dolok Siatas Barita. Semua aili itu jinak dan tidak meronta sewaktu ditangkap dan disembelih oleh
orang-orang kampung untuk digunakan pada
acara pesta. Seperti itulah terus menerus aili turun dari hutan di atas Dolok Siatas Barita selama 7 hari,
sampai-sampai semua orang yang datang ke acara pesta itu membawa sebagian dagingnya ke kampung masing-masing.
Mungkin sudah kemauan Tuhan Yang Maha Esa, sebab sebelum digenapi 7 hari
7 malam beberapa orang dari keluarga
dekat si Boru Natumandi secara diam-diam mengintip isi ampang itu. Padahal Siboru
Natumandi sudah memberitahukan bahwa
ampang itu tidak bisa di buka oleh siapapun sebelum tergenapi hari yang
dijanjikannya. Mereka melihat isi ampang itu hanya sobuan yang sudah mulai
menggumpal seperti emas di dalamnya.
Setelah kejadian itu,ayah dan ibu Si Boru Natumandi bermimpi. Mereka
didatangi putrinya dan memberitahukan bahwa sudah ada yang melihat ampang yang telah dipesannya itu. Ampang dan isinya
sudah hambar sebab pesannya sudah dilanggar.
Melihat semua kejadian yang menimpa keluarga dan putrinya,maka raja tersebut
mengumpulkan semua raja-raja,tua-tua kampung dan semua penduduk hutabarat berkumpul “martonggo” ke Mulajadi Na Bolon “Tung naso jadi ma Boru
Hutabarat nauli molo marhasohotan tu “Ulok” (Tidak akan pernah ada lagi boru Hutabarat yang cantik rupawan kalau
jadinya kawin sama ular).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar